Custom Search

Kirimkan Donasimu Untuk Palestina

Wednesday, January 14, 2009

Jalan - Jalan Pelan Ke Jogjakarta

Sudah lama juga ya saya tidak ke Jogja, sebuah kota yang terkenal dengan ke'pelan'annya, dimana semua berjalan dengan sangat pelan, dari tariannya, musik tradisionalnya, hingga waktu yang berjalan terasa pelan di kota ini.

Kota ini adalah salah satu kota favorit saya untuk berlibur saat masih kuliah dulu. Tetapi sejak menikah, kesibukan dan kurangnya anggaran untuk berlibur membuat saya tidak pernah kembali ke kota ini sampai saat sekarang. Kedatangan saya ke kota ini sebenarnya ditugaskan oleh kantor untuk membuat MOU dengan konsultan dari UGM yang akan menyusun Sistem dan Prosedur di perusahaan tempat saya bekerja.

Kepelanan dari kota ini sudah saya rasakan dari mulai keberangkatan saya di Bandara Sukarno Hatta, dengan tidak sengaja, seorang teman mendengar pembicaraan petugas di boarding lounge yang mengatakan bahwa pesawat yang rencananya akan kami tumpangi ternyata masih harus melayani satu rute lagi menuju Palembang, saya dan teman-teman mulai resah dan menghitung berapa lama lagi kami akan di delay. Jakarta - Palembang 45 menit, tambah 30 menit untuk persiapan take off kembali, jadi pulang pergi sekitar 2 1/2 jam ....... Uhhh waktu yang cukup panjang bila harus menunggu selama itu.

Pukul 17.00 yang merupakan jadwal keberangkatan kami, petugas mengumumkan bahwa penumpang jurusan Solo di delay 45 menit, tapi ternyata tidak sampai 45 menit, mereka dipersilahkan untuk boarding. Tidak lama setelah itu, giliran pesawat tujuan Jogja dipersilahkan untuk mengambil makanan, sepertinya ini adalah kompensasi keterlambatan seperti sebelumnya yang sudah saya curigai karena disepanjang jalan menuju boarding lounge sudah penuh orang dan kotak bekas makanan, yang artinya sebelum kami sudah ada pesawat yang delay, ditambah lagi sepengetahuan saya kalau untuk penerbangan 45 menit, maskapai ini tidak memberikan jatah makan kepada penumpangnya.

Ternyata maskapai ini tidak mau merusak nama baiknya, tidak lama setelah dibagikan makanan, terdengar pengumuman bahwa pesawat kami telah mendapatkan pengganti, sehingga keterlambatan hanya satu jam saja ... Alhamdulillah tidak seperti perhitungan sebelumnya.

Begitu sampai di Jogja, suasana pelan langsung terasa, kami menyewa avanza untuk mengantar ke penginapan kami di Wisma MM UGM, mas Joko namanya orang yang menawarkan jasa mobil sewaan tersebut. Orang Jogja asli yang bicaranya cukup pelan khas Jogja. Bahkan tidak hanya berbicaranya saja, tetapi cara membawa mobilnya pun cukup pelan, tidak pernah lebih dari 40 Km/jam.

Ditengah perjalanan, ketua tim kami langsung menawar mas Joko untuk mengantar kami makan dan jalan-jalan sebentar, mas Joko pun menyetujui walaupun dengan tarif kebijaksanaan. Setelah menaruh barang-barang di wisma, perjalanan dilanjutkan dengan hunting batik di Malioboro, entah kenapa Malioboro ini masih ramai padahal masih malam Sabtu, atau karena memang Kota Pelajar ini juga meliburkan pelajarnya dihari Sabtu. Kemudian dilanjutkan dengan makan malam ringan karena sore tadi sudah dapat jatah makan di Bandara. Jadilah Bakmi Kadin menjadi sasaran akhir malam pertama kami di Jogja, pilihan bakmi goreng dan bakmi rebus sebagai ganjalan perut terakhir malam itu diiringi dengan kepelanan musik keroncong yang dinyanyikan oleh artis penghibur di depan Bakmi Kadin.

Perjalanan dilanjutkan dengan pulang kembali ke wisma, disitulah saya semakin menyadari betapa istimewanya Jogja dengan segala kepelanannya. Bayangkan saja, malam hari yang cukup lengang, mas Joko masih saja mengemudikan kendaraannya tidak pernah melebihi 40 Km/jam, begitu pula dengan kendaraan lainnya yang berjalan dengan santai tanpa kebut-kebutan.

Esok paginya kami melanjutkan tujuan utama kami, melakukan negosiasi hingga mencapai MOU atas kerjasama Perusahaan kami dengan konsultan PPM UGM. Begitu memasuki halaman kampus, kami disambut dengan peraturan masuk kampus berupa gambar-gambar yang cukup representatif, dilarang merokok, dilarang berkaos T shirt, dilarang bersandal, dilarang bercelana pendek. Larangan yang mencerminkan suatu tempat pendidikan yang masih menganut adat ketimuran, jangankan memakai kaos 'u can see', pakai T shirt saja tidak boleh. Suasana kampus modern pun juga terlihat dengan ruang komunitas yang berisi komputer disetiap mejanya, dan tersedianya Hotspot area. Disudut-sudut kampus terlihat beberapa Mahasiswa yang sedang bermesraan dengan Laptopnya. Salut saya buat kampus ini.

Satu lagi keistimewaan pelan yang ada di Jogja akan saya ceritakan disini. Pertemuan terlambat satu jam karena kesalahan saya yang terlambat bangun, sehingga tim kami terlambat datang dari rencana jam 8 pagi, mundur hingga jam 9 pagi. Alotnya perundingan untuk mencapai kesepakatan consultant fee tersebut memakan waktu hingga 6 jam. Bila mengingat hal tersebut saya sering tersenyum sendiri. Saya yang kebetulan saat ini ikut sebagai anggota dalam Tim Pengadaan Barang/Jasa di perusahaan, paling lama melakukan negosiasi harga hanya sekitar 2 jam saja, itupun dimulai dengan pembukaan Sampul Penawaran Harga dari peserta tender yang ikut. Tetapi untuk negosiasi kali ini, memakan waktu hingga 6 jam, tiga kali lipat dari biasanya, padahal penawaran hanya satu dan sudah diterima oleh tim kami jauh sebelum negosiasi. Saat itupun waktu berjalan terasa sangat pelan, maklumlah saya pribadi kurang tidur waktu itu.

Sekembalinya kewisma yang berjarak sekitar 2 km dari kampus UGM, kami langsung mandi, sholat dan melanjutkan tugas kami dengan hunting oleh-oleh ke Malioboro, karena memang jalannya sama ibu-ibu yang hobby belanja, Jalan Malioboro yang pendek itu ditempuh dengan waktu mencapai 4 jam, sungguh perjalanan yang sangat pelan .... hahahaha... Tadinya sih semua berniat melanjutkan perjalanan ke Alun-alun, tapi karena sudah mulai terasa lelah, akibat perjalanan 4 jam tadi ditambah lagi rapat selama 6 jam sebelumnya akhirnya tim memutuskan untuk makan ditempat yang tidak terlalu ramai, maka Iga Bakar gejayan pun menjadi pilihan ... hmmmm nyam nyam nyam. Selesai makan kembali ke wisma untuk tidur.

Minggu pagi, dengan rencana awal jalan-jalan ke Solo dimulai dengan sarapan pagi di wisma. Namun karena ada satu kawan yang tidak selera dengan makanan wisma, kita jadi ikut menemani dia untuk makan soto ayam (saya lupa tempatnya). Oh iya, tadinya kita berencana memanggil mas Joko untuk mengantar, namun karena sulit dihubungi, salah seorang teman meminta bantuan dari kantor cabang kami yang ada di Cilacap, dan tidak lama kemudian sebuah Mazda E2000 yang cukup lega siap mengantar kami dengan disupiri oleh Pak Mimin, yang sepertinya juga orang asli Jogja. Selesai makan, perjalanan dilanjutkan mengikuti arahan pak Mimin, pabrik Bakpia Pathuk 25, tempat makanan oleh-oleh khas kota gudeg ini selain gudeg itu sendiri tentunya. Sekali lagi, perjalanan pun terasa sangat pelan sehingga rencana ke Solo pun dibatalkan, karena takut tidak cukup waktu untuk mengejar pesawat yang dijadwalkan take off jam 16.30.

Batalnya rencana ke Solo yang memang diniatkan untuk hunting batik juga, dilampiaskan dengan kembali mengunjungi Malioboro untuk ketiga kalinya (puas juga yah ke Malioboro tiga kali). Kali ini pasar Beringhardjo menjadi sasaran 3 ibu-ibu dan 2 orang bapak yang sedang menunggu jadwal pesawat berangkat. Suasana pasar di hari Minggu itu cukup padat, sampai-sampai sebelum turun dari mobil, pak Mimin mengingatkan untuk berhati-hati sama barang bawaan kita dan dompet tentunya. Entah kenapa daya tarik batik membuat saya dan teman-teman semangat untuk berbelanja kembali, padahal sebelumnya sudah cukup banyak saya lihat teman-teman membeli batik untuk oleh-oleh. Mungkin juga karena harga yang sangat fantastis murahnya. Hari itu saya mampu membeli 3 stel piyama anak dan 1 daster dengan harga Rp 50 ribu, beli seprai batik wayang ukuran kingsize dengan 4 sarung bantal dan 2 sarung guling seharga hanya Rp 90 ribu, bahkan teman saya terpaksa meminjam uang sama ketua tim untuk bisa membeli paket Bed Cover + seprai batik seharga Rp 325 ribu. Sungguh rentang harga yang sangat sulit dijumpai di Jakarta.

Makan siang pun masih tetap di pasar Beringharjo, karena semua masih penasaran untuk terus berbelanja. Gado-gado Bu Hadi Generasi Ketiga menjadi pilihan santap siang kali ini. Selesai makan dan belanja, perjalanan dilanjutkan untuk membeli Gudeg dan Bebek Goreng untuk oleh-oleh. Deadline waktu untuk check in pesawat pun hampir terlewati, sehingga salah seorang teman rela ditinggal di bebek goreng dan menyusul dengan taksi supaya kami tidak terlambat check in. Akhirnya kami pun bisa merasakan ketergesa-gesaan di kota pelan ini.

Selamat tinggal Jogja, selamat tinggal kota pelajar, selamat tinggal kota gudeg, selamat tinggal kota pelan.



No comments:

Submit This Blog

Add to Technorati Favorites Personal Blogs - BlogCatalog Blog Directory
Free Web Hosting with Website Builder